Selasa, 22 Oktober 2013

pandangan ekonomi di desa pesisir utara..,barru

I.              PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Indonesia yang merupakan salah satu Negara agraris dan maritim dengan potensi wilayah yang ada yaitu panjang garis pantai kurang lebih 81.000 km2 menempatkan sektor pertanian dan perikanan sebagai titik berat perekonomian. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan meski selama lima puluh tahun terakhir telah terjadi perkembangan yang cukup pesat di bidang ilmu ekonomi dan biologi yang dapat di aplikasikan untuk menjawab permasalahan pengelolaan sumberdaya perikanan, pengelolaan dan pembangunan, sumberdaya perikanan masih dirasakan relative kompleksdi banding land based resource (Dahuri, 2001).
Mengingat pertumbuhan penduduk Indonesia yang relatif cepat yaitu 2,34% menurut hasil sensus kependudukan 1981, maka kita harus selalu mencari upaya untuk meningkatkan produksi komoditi yang telah ada dan di lain pihak mencari sumber-sumber produksi baru yang dapat menambah penghasilan negara dan juga memperbesar lapangan kerja. Meskipun kegiatan-kegiatan yang ada di darat tetap akan mendominir perekonomian kita untuk waktu yang masih lama, namun pendayagunaan sumberdaya laut merupakan tantangan dan kemungkinan yang sangat besar untuk perkembangan perekonomian Indonesia di masa datang. Hal ini antara lain disebabkan bahwa pendayagunaan sumber daya alam laut dan wilayah pesisir akan mempunyai peranan ganda. Disatu pihak akan meningkatkan lapangan kerja, tetapi di lain pihak juga akan meningkatkan pendapatan negara.
   Permasalahan dalam pembangunan kawasan sumberdaya perikanan dari segi  wilayahnya, banyak ditemui berbagai hal yang kontradiktif, antagonistic dalam hubungannya antar potensi sumberdaya bagi kawasan pesisir dan kelautan. Interaksi antar masyarakat dengan komponen lingkungan hidup lain dalam kaitanya dengan pemanfaatan dan pendayagunaan sumberdaya alam mempunyai pengaruh yang nyata. Dampak atau akibat yang ditimbulkan oleh pola interaksi yang terbentuk tersebut menghasilkan kondisi lingkungan hidup. Hal ini selanjutnya akan membantu dalam merumuskan permasalahan lingkungan yang dihadapi daerah pesisir  (Dahuri, 2001).
            Produksi ikan sampai saat ini mencapai 75% dari penangkapan, sedangkan sisanya berasal dari kegiatan budidaya. Lebih dari 90% penangkapan ikan di perairan darat, seperti sungai dan danau, berada di Kalimantan dan Sulawesi, sedangkan jenis ikan yang dibudidayakan di tambak air payau dan air tawar banyak di lakukan di Pulau Jawa. Tingkat eksploitasi sumberdaya perikanan terbesar di Indonesia barada di Selat Malaka. Hal ini memilki implikasi ekonomi yang cukup penting dan memerlukan usaha manajemen perikanan yang tepat (Agus, 1997).
   Ilmu ekonomi pada umumnya dapat  diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang bagaimana tingkah laku manusia baik secara perorangan maupun sebagai masyarakat, berusaha memenuhi kebutuhan dari berbagai alat pemuas kebutuhan atau sumberdaya yang terbatas adanya oleh karena itu, manusia atau masyarakat harus memilih diantara kebutuhan atau sumberdaya itu dan juga memilih diantara kebutuhan yang harus dipenuhinya.(Anonim,2007)
Dewasa ini sumberdaya alam dan lingkungan telah menjadi barang langka akibat tingkat ekstraksi yang berlebihan over-exploitation dan kurang memperhatikan aspek keberlanjutan. Kendati ia secara ekonomi dapat meningkatkan nilai jual, namun di sisi lain juga bisa menimbulkan ancaman kerugian ekologi yang jauh lebih besar, seperti hilangnya lahan, langkanya air bersih, banjir, longsor, dan sebagainya (Anonim, 2007).
Peningkatan kontribusi perikanan harus diupayakan secara berhati-hati dalam rangka pembangunan nasional, agar tidak menimbulkan dampak negative dimasa yang akan datang. Disinilah peranan pengelolaan potensi perikanan menjadi sangat strategis.
Berdasarkan hal tersebut diatas dapat memberikan pandangan tentang perlunya melaksanakan praktek lapang Ekonomi sumberdaya Perikanan.

B.  Tujuan Dan Kegunaan
Tujuan dilaksanakannya praktek lapang ini adalah :
.1. untuk meidentifikasi sumber daya perikanan
 2. Untuk mengetahui aktivitas pemanfatan sumber daya perikanan dan      mengetahui aspek-aspek ekonominya.
3 untuk mengetahui persepsi masyarakaat tentang pemanfaatan SDA perikanan yg lestari.
Kegunaan dilaksanakannya praktek lapang ini adalah sebagai bahan perbandingan antara teori Ekonomi Sumberdaya Perikanan yang diperoleh dibangku kuliah dengan realitas yang terjadi di lapangan.


II .    TINJAUAN PUSTAKA
A.  Pengertian Ilmu Ekonomi
Ilmu ekonomi secara konvensional sering didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana manusia mengalokasikan sumberdaya yang langka. Dengan demikian, ilmu ekonmi sumberdaya alam dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari pengalokasian sumberdaya alam seperti air, lahan, ikan, hutan. Secara ekplisit ilmu ini mencari jawaban seberapa besar sumberdaya harus diekstraksi sehingga menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat (Fauzi, 1997).
B.  Pengertian Sumberdaya perikanan
Sumberdaya adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan, dapat berupa barang maupun barang konsumsi. Yang dimaksud dengan sumberdaya dalam proses produksi tidak hanya meliputi tanah, mineral dan bahan bakar, tetapi juga tenaga kerja, kapital maupun valuta asing. Pada umumnya prinsip-prinsip dalam ekonomi sumberdaya alam tidak terlalu khusus dan masih akan menggunakan prinsip-prinsip  analisis pada umumnya.  Barang-barang sumberdaya alam tidaklah bebas adanya sehingga untuk memperolehnya memerlukan pengorbanan. Dengan kata lain barang-barang langka adanya dan memiliki barang alternatif. Penggunaan alternatif itu dapat merupakan penggunaan sekarang dan penggunaan akan datang dengan kata lain dimensi pilihan itu meliputi pilihan saat ini dan saat mendatang (Suparmoko, 1997).
Potensi sumberdaya kelautan dapat digolongkan dalam 4 kategori yakni 1) sumberdaya alam yang dapat pulih (renewable resources), 2) sumberdaya alam yang tidak dapat pulih (unrenewable resources), 3) sumber-sumber energi kelautan, dan 4) jasa-jasa lingkungan kelautan (environmental services).
Sumberdaya alam yang dapat pulih meliputi sumberdaya ikan (berbagai jenis ikan, kerang-kerangan, udang, kepiting, ubur-ubur, dan biota perairan laut lainnya), hutan mangrove, padang lamun & rumput laut, dan terumbu karang. Potensi lestari ikan laut Indonesia – yang berarti jumlah ikan yang dapat diproduksi dari laut setiap tahun secara kontinu tanpa menganggu eksistensi dan keberlanjutan sumberdaya tersebut -- diperkirakan mencapai 6,4 juta ton per tahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan 5 juta ton per tahun. Seluruh potensi perikanan tangkap diperkirakan memiliki nilai ekonomi US$ 15,1 miliar.
Dari sumberdaya yang tidak dapat pulih (unrenewals resources) potensi Indonesia juga luar biasa besarnya, antara lain minyak bumi dan gas, bauksit, timah, bijih besi, dan bahan tambang dan mineral lainnya. Dari 60 cekungan minyak yang ada di Indonesia, sekitar 70 persen (40 cekungan) terdapat di laut, yang berpotensi menghasilkan 106,2 miliar barel setara minyak. Dari sisi sumberdaya energi laut, yang berpotensi dikembangkan adalah Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC), energi kinetik dari gelombang, pasang surut dan angin. Potensi kelautan yang berkaitan dengan jasa-jasa lingkungan adalah lokasi-lokasi indah untuk wisata bahari, jasa transportasi laut, sumber plasma nutfah (genetic resources) (Miranty, 2006).
          Ikan adalah salah satu bentuk sumberdaya alam yang bersifat renewable atau mempunyai sifat dapat pulih/dapat memperbaharui diri. Disamping sifat renewable, menurut Widodo dan Nurhakim (2002) dalam Suyasa (2003), sumberdaya ikan pada umumnya mempunyai sifat “open access” dan “common property” yang artinya pemanfaatan bersifat terbuka oleh siapa saja dan kepemilikannya bersifat umum. Sifat sumberdaya seperti ini menimbulkan beberapa konsekuensi, antara lain :
1)     Tanpa adanya pengelolaan akan menimbulkan gejala eksploitasi berlebihan   (over exploitation), investasi berlebihan (over investment) dan tenaga kerja berlebihan (over employment).
2)     Perlu adanya hak kepemilikan (property rights), misalnya oleh Negara (state property rights), oleh masyarakat (community property rights) atau oleh swasta/perorangan (private property rights).
Dengan sifat-sifat sumberdaya seperti diatas, menjadikan sumberdaya ikan bersifat unik, dan setiap orang mempunyai hak untuk memanfaatkan sumberdaya tersebut dalam batas-batas kewenangan hukum suatu Negara (Suyasa, 2003).
   Sumberdaya alam mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di suatu Negara (khususnya Negara sedang berkembang), dimana semakin tinggi pertumbuhan ekonominya, akan mengakibatkan persediaan sumberdaya alam yang tersedia akan semakin berkurang.   Hal ini karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan selalu menuntut adanya barang sumberdaya dalam jumlah yang tinggi pula, dan barang sumberdaya ini diambil dari persediaan sumberdaya alam yang ada. Dengan demikian, terdapat hubungan yang “positif” antara jumlah barang sumberdaya dengan pertumbuhan ekonomi, disamping juga hubungan yang “negative” antara persediaan sumberdaya alam dengan pertumbuhan ekonomi (Suyasa, 2003).
Pengertian deplesi disini adalah suatu cara pengambilan sumberdaya alam secara besar-besaran, yang biasanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan bahan mentah. Dalam kaitannya dengan sumberdaya perikanan yang sifatnya dapat diperbaharui, tindakan deplesi walaupun dapat diimbangi dengan kegiatan konservasi akan tetap melekat dampaknya terhadap lingkungan dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memulihkannya. 
Sumberdaya yang bersifat milik bersama memilki 3 (tiga) sifat khusus yang dikemukakan menurut Nikijuluw (2002) dalam Suyasa (2003).   Ketiga sifat khusus tersebut adalah :
1)     Ekskludabilitas
Sifat ini berkaitan dengan upaya pengendalian dan pengawasan terhadap akses ke sumberdaya.   Upaya pengendalian dan pengawasan ini menjadi sulit dan sangat mahal oleh karena  sifat phisik sumberdaya ikan yang dapat bergerak, disamping lautan yang cukup luas.   Dalam kaitan ini, orang akan dengan mudah memasuki area perairan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan yang ada didalamnya, sementara disisi lain otoritas menejemen sangat sulit untuk mengetahui serta memaksa mereka untuk keluar.
2)     Substraktabilitas
Substraktabilitas adalah suatu situasi dimana seseorang mampu dan dapat menarik sebagian atau seluruh manfaat dan keuntungan yang dimiliki oleh orang lain. Dalam kaitan ini, meskipun para pengguna sumberdaya melakukan kerjasama dalam pengelolaan, akan tetapi kegiatan seseorang di dalam memanfaatkan sumberdaya yang tersedia akan selalu berpengaruh secara negatif pada kemampuan orang lain didalam memanfaatkan sumberdaya yang sama. Dengan demikian, sifat ini pada dasarnya akan menimbulkan persaingan yang dapat mengarah pada munculnya konflik antara rasionalitas individu dan kolektif.
3)     Indivisibilitas
Sifat ini pada hakekatnya menunjukkan fakta bahwa sumberdaya milik bersama adalah sangat sulit untuk dibagi atau dipisahkan, walaupun secara adminstratif pembagian maupun pemisahan ini dapat dilakukan oleh otoritas menejemen.
Uraian diatas memberikan peringatan kepada kita bahwa pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, apabila dilakukan tidak secara berhati-hati akan dapat mengguras persediaan sumberdaya alam yang ada. Kondisi ini pada gilirannya nanti akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. Oleh karena itu, pemanfaatan sumberdaya alam dalam rangka pembangunan harus dilakukan secara bijaksana, dengan selalu mempertimbangkan sisi positif dan negatifnya.
Masalah sumberdaya milik bersama pada hakekatnya berkaitan erat dengan persoalan-persoalan eksploitasi atau pemanfaatan yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh karena adanya pendapat masyarakat yang mengatakan bahwa sumberdaya milik bersama adalah sumberdaya milik setiap orang. Oleh karena itu, dapatkan sumberdaya tersebut selagi masih baik dan mengapa kita harus menghematnya, sementara orang lain menghabiskannya.
Kondisi diatas mengakibatkan sumberdaya milik bersama seperti halnya sumberdaya ikan adalah memungkinkan bagi setiap orang atau perusahaan dapat dengan bebas masuk untuk mengambil manfaat. Selanjutnya, dengan adanya orang atau perusaahan yang berdesakan karena bebas masuk, maka akan terjadi interaksi yang menguntungkan dan secara kuantitatif berupa biaya tambahan yang harus diderita oleh msing-masing orang atau perusaahan, sebagai akibat keadaan yang berdesakan tersebut. Dengan demikian, secara prinsip sumberdaya milik bersama yang dicirikan dengan pengambilan secara bebas maupun akibat-akibat lain yang ditimbulkan seperti biaya eksternalitas (disekonomis) dan lain sebagainya, akan menimbulkan kecenderungan pengelolaan secara deplesi
  Sumberdaya ikan masih berperan penting sebagai sumber mata pencaharian, lapangan kerja, dan protein ikani bagi beberapa negara. Diperkirakan peningkatan jumlah penduduk dunia dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik akan mendorong peningkatan permintaan produk ikan. Apalagi negara-negara di Asia selain menjadi produsen ikan terbesar juga menjadi konsumen utama dari hasil perikanan.
Di satu sisi, peran ekonomi dan sosial pemanfaatan sumberdaya ikan nampak masih sangat besar besar, sehingga telah memberikan ruang bagi pengembangan perikanan lebih luas khususnya perikanan laut yang secara kuantitafi produksinya mencapai lebih dari 70% total produksi ikan di Indonesia. Di sisi lain, kelangkaan dan kerusakan sumberdaya ikan dan habitatnya semakin meluas, yang dikhawatirkan pada gilirannya berimbas pada berbagai permasalahan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Menurut data FAO diperkirakan lebih dari 60% stok ikan dunia telah diekploitasi pada tingkat penuh sampai tingkat rusak (depleted), dan diantaranya tidak lebih dari 1% yang pulih kembali. (Anonim, 2006).
Sumberdaya perikanan juga tergolong sumberdaya yang dapat pulih tetapi dibatasi oleh factor pembatas alami dan factor pembatas non alami. Faktor pembatas alami adalah factor-faktor penghambat ketersedian ikan dari ekosistem itu sendiri, seperti ketersedian makanan, predator, persaingan ruang dan sebagainya. Sedangkan factor non alami adalah factor- factor penghambat ketersedian ikan yang disebabkan oleh kegiatan eksploitasi dan pencemaran (Pasaribu dkk, 2005).
C.  Aktivitas pemanfaatan sumber daya perikanan(metode MSY)
Alat penangkapan ikan khususnya di perairan pesisir pantai merupakan masalah yang kompleks dan penting untuk segera dicarikan pemecahannya. Pemanfaatan sumberdaya ikan yang tidak terkendalikan di beberapa wilayah perairan telah menyebabkan degradasi yang sangat tajam akan stok sumberdaya ikan dan ekologi perairan. Banyak alat tangkap (baika dalam jenis maupun jumlah) yang terkonsterasi di pantai, diyakini telah mendorong tingginya tekanan penangkapan dan kompetisi antar nelayan. Disisi lainnya, nasib nelayan sebagai pelaku utama dalam perikanan, belum juga terentaskan. Bertambahnya nelayan yang tidak terkontrol, di beberapa wilayah perairan ditengarai telah melampaui batas maksimum, sehingga keberadaannya perlu dievaluasi lebih lanjut.
Pengaturan sumberdaya ikan yang didasarkan pada penghitungan jumlah stok ikan dan beberapa metoda pengaturan penangkapan iakn sudah banyak dilakukan. Namun demikian, usaha-usaha tersebut belum juga memperlihatkan kemajuan yang menggembirakan. Bahkan, angka-angka potensi sumberdaya ikan yang dijadikan dasar pengelolaan sumberdaya ikan sering dilakukan keberadaannya dan tidak jarang menjadi bahan perdebatan berkaitan dengan angka-angka yang kurang sesuai dengan kondisi sesungguhnya. Bertolak dari fakta-fakta tersebut di atas, maka sudah waktunya Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) untuk segera membenahi model pengelolaan perikanan khususnya perikanan skala kecil di pesisir pantai dengan menerapkan Manajement of Fishing Capacity seperti yang dihimbau FAO.
Besaran kapasitas maksimum suatu perikanan meskipun tidak memberikan jawaban kuantitatif, pendekatan fishing capacity layak untuk dipertimbangkan dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Di samping karena metoda yang dikembangkan tidak memerlukan data yang sulit, metoda penghitungan fishing capacity juga sangat cocok untuk dikembangkan di negara-negara berkembang di mana sistem pendataannya kurang begitu sempurna. Dibandingkan dengan metoda penghitungan analitik konvensional yang relatif sulit dan memerlukan waktu yang relatif panjang, pendekatan fishing capacity memberikan alternatif pemecahan bagi pengelolaan sumberdaya ikan secara cepat dan sederhana dengan tingkat keilmiahan yang biasa dipertanggungjawabkan (Wiyono, 2005).
D .Pelestarian sumber daya perikanan
Upaya konservasi sumber daya alam selama ini nampaknya tenggelam di tengah gemuruh upaya eksploitasi besar-besaran yang tidak terkendali demi kepentingan sesaat. Pun kita bisa lihat bahwa utilisasi dari sumber daya alam yang kita miliki tidak sepenuhnya bisa dinikmati oleh rakyat dalam bentuk kemakmuran sebagaimana yang diamanahkan oleh konstitusi kita. SDA kita banyak dieksploitasi untuk kemudian diekspor ke negara lain dengan harga yang sangat murah karena kita tidak pernah menghitung biaya kerusakan alam yang diakibatkannya. Hasil dari pendapatan akan penjualan kekayaan alam kita pun tidak kemudian otomatis diinvestasikan untuk memperkuat akumulasi modal fisik dan modal manusia Indonesia. Kita bisa lihat bahwa kualitas Human Development Index kita masih rendah dibandingkan negara yang tidak memiliki kekayaan alam seperti yang dimiliki Indonesia di kawasan Asia Tenggara. Hampir sebagian besar pendapatan yang diperoleh dari pemanfaatan kekayaan kita tidak sepenuhnya berhasil ditransformasikan ke dalam bentuk penguatan akumulasi modal baik yang bersifat fisik maupun insani. Untuk itu, seyogianya kita sudah harus mulai berpikir bagaimana memanfaatkan SDA yang kita miliki dengan bijaksana dan berkesinambungan dan melakukan upaya konservasi yang sungguh-sungguh sebagai bentuk investasi.Terkait dengan harmonisasi antara kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan, ada baiknya kita mencermati pesan dari Profesor Herman E Daly (2007), seorang guru besar di bidang ecological economics di University of Maryland yang patut kita camkan dan laksanakan terkait dalam hal pengelolaan SDA yakni pertama, membatasi pengunaan SDA yang menghasilkan limbah untuk tidak melewati ambang batas kemampuan biologis ekosistem dalam menyerapnya. Kedua, dalam mengeksploitasi SDA seyogianya tidak melampaui batas kemampuan ekosistem dalam meregenerasi SDA tersebut, dan, ketiga, dalam mengonsumsi SDA yang tak terbarukan, hendaknya jangan melampaui kecepatan dari pengembangan subsitusi sumber daya yang terbarukan. Jangan sampai terjadi ketika semua potensi SDA kita habis terkuras dan pada saat yang sama hasil pengelolaan SDA tersebut tidak digunakan untuk penguatan human capital di mana ketika pengembangan SDM tidak teroptimalkan, maka kita akan mengalami keadaan sebagaimana pameo "sudah jatuh, tertimpa tangga pula". Jika kita mampu mengelola potensi SDA kita dengan bijaksana dan berkelanjutan sekaligus manfaat adanya SDA tersebut dapat dirasakan secara optimal bagi kesejahteraan segenap rakyat, tentunya kekayaan SDA yang kita miliki tersebut akan menjadi berkah dan bukan menjadi kutukan (resource curse).(Suparmoko1998)


III.     METODOLOGI PRAKTEK
A.     Waktu dan Tempat
Praktek lapang Ekonomi Sumberdaya Perikanan dilaksanakan pada hari Minggu 27 maret 2011,Desa Siddo,Kec.Soppeng riaja,Kab.Barru prov.Sulawesi selatan.
B.     Sumber Data
Sumber data yang dikumpulkan dalam praktek lapang Ekonomi Sumberdaya Perikanan, antara lain :
a. Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara langsung kepada beberapa responden dengan menggunakan kuisioner serta observasi di lapangan.
b. Data sekunder diperoleh melalui studi berbagai pustaka dan melalui laporan-laporan instansi pemerintah dan swasta terkait.
A.   Analisis Data
Data dapat dianalis dengan menggunakan Rumus :
         Keuntungsn:Π = TR – TC            Ket :    Π  = Keuntungan         V =harga
         Pendapatan:TR= V x Q                         TR = Total Reven         Q=jumlah ikan
         Pengeluaran:  TC=VC + FC                  TC = Total Cost
                                                                         VC= variable cost
                                                                          FC =       cost

B.  Metode pengambilan data
            Adapun Metode pengambilan data yang dilakukan dilapangan adalah,yaitu :
a)    Obsevasi adalah teknik penelitian dengan melihat langsung dan kondisi daerah sekitar.
b)    Wawancara adalah teknik penelitian dengan wawancara langsung dengan masyarakat setempat dengan menggunakan kuisioner
c)    Studi pustaka  adalah membandingkan data hasil yang di dapat dari lapangan dengan data dari pustaka.
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
A.  Letak Geografis Lokasi Praktek
Kabupaten Barru terletak diantara koordinat 4 0,5’49’– 4 47’35’ Lintang Selatan dan 199 35’ 00’ – 119 49’16’ Bujur Timur dengan luas daerah sekitar 1174,72 KM 2
Batas-batas Kabupaten Barru:

    * Sebelah Utara dengan Kota Pare-pare
    * Sebelah Timur dengan Kabupaten Soppeng dan Kabupaten Bone
    * Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pangkep
    * Sebelah Barat dengan Selat Makassar
Kabupaten Barru yang terletak pada posisi lintas dengan bentangan pantai 78 Km, mengedepankan semangat kebersamaan. Dengan jarak tempuh dari iIbukota Propinsi Sulawesi Selatan 100 Km. Luas wilayahnya 1.174.74 Km 2. Barru kini telah bergeliat dalam menyongsong pembangunan di era otonomi. Sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1998 tentang Pemerintahan Daerah , banyak program telah digulirkan dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Salah satunya, Barru kini tengah diuji dengan sebuah program yang disebut agropolitan. Sebagai sebuah daerah yang berbasis pertanian dan kelautan tentu saja keterpaduan program ini tidaklah sulit. Tapi apakah semudah itu implementasinya di lapangan. Inilah yang tengah di pertaruhkan di Barru. Agropolitan sendiri bertujuan mensejahterahkan masyarakat dan diharapkan program agropolitan ini salah satu jalan untuk meningkatkan derajat kehidupan masyarakat.Jumlah penduduk sampai dengan tahun 2005 adalah 158 500 jiwa yang terdiri atas 77.172 jiwa laki-laki dan 81328 ajiwa perempuan dengan kepadatan penduduk sebesar 135,62 jiwa/km2. Kabupaten Barru terdiri dari 11 kecamatan, 14 kelurahan dan 400 desa.
Kabupaten Barru memiliki potensi kelautan dan Perikanan yang sangat besar.Garis ppantainya membentang di Wilayah Barat Kabupaten, menghadap ke selat Makassar.Berbagai Budi Daya laut berpotensi untuk dikembangkan.Budidaya Keramba Jaring apung yang menghasilkan Bandeng dan Nila Merah di Kecamatan Mallusetasi, Kerang Mutiara di Pulau Panikiang,sementara di Kecamatan Tanete Rilau,Barru,Soppeng Riaja dan Mallusetasi dapat dikembangkan budidaya rumput laut,Kepiting dan Teripang.Sedangkan budidaya kerang-kerangan juga dikembangkan di Kecamatan Balusu,Barru dan Mallusetasi.
Desa siddo mempunyai ketinggian antara 0-1.700 meter diatas permukaan laut dengan bentuk permukaan sebahagian besar daerah kemiringan,berbukit hingga bergunung - gunung dan sebahagian lainnya merupakan daerah datar hinggi landai.Di desa siddo mempunya luas 8,80 km² dan 880 Ha dengan tipe iklim C yakni mempunyai bulan basah berturut-turut 5-6 bulan (Oktober - Maret) dan bulan Kering berturut-turut kurang dari 2 bulan (April - September).Total hujan selama setahun di desa siddo sebanyak 113 hari dengan jumlah curah hujan sebesar 5.252 mm.Curah hujan di desa siddo berdasarkan hari hujan terbanyak pada bulan Desember - Januari dengan jumlah curah hujan 1.335 mm dan 1.138 mm sedangkan hari hujan masing-masing 2 hari dengan jumlah curah hujan masing-masing 04mm dan 17 mm.
Nama Kelurahan/Desa                :   Siddo
Kode Wilayah Kelurahan/Desa    : 73.11.04.2006
Nama Kecamatan                      : Soppeng Riaja
Kabupaten                                     : bantaeng
Propinsi                                      : Sulawesi Selatan
           
            Batas-batas desa siddo yaitu:
Bagian sebelah barat   :berbatasan dengan Selat Makassar
Bagian sebelah utara   :berbatasan dengan batu putih
Bagian sebelah timur   :
Bagian sebelah selatan: berbatasan dengan desa lawallusu








B.  Sarana dan prasarana
            Sarana dan prasarana didesa siddo kec,soppeng riaja,kaupeten barru provinsi Sulawesi selatan dapat kita lihat pada tabel 1 berikut ini:
Tabel 1.sarana dan prasarana didesa siddo:
no
Sarana dan prasarana
Jumlah(unit)
1
TK
1
2
SD
4
3
SLTP/Tsanawiya
1
4
Mushola
2
5
Mesjid
4
6
Kantor desa
1
7
Puskesmas
1
jumlah

14 unit

            Dari tabel 1 diatas dapat ketahui bahwa sarana dan prasarana didesa siddo berjumlah 14 unit yang antara lain yaitu TK sebanyak 1 unit,sekolah dasar sebanyak 4 unit,sekolah lanjutan tingkat pertama atau tsanawiyah sebanyak 1 unit,musholah sebanyak 2 unit,mesjid sebanyak 4 unit,kantor desa sebanyak 1 unit,puskesmas sebanyak 1 unit.
           
            Dari tabel 1 diatas kita bisa menyatakan bahwa didesa siddo,kecamatan soppeng riaja,kabapaten barru,provinsi Sulawesi selatan ini tidak mempunya sarana dan prasarana yang mendukung petani tambak dalam proses memproduksi udang

C.  Identitas responden
            Berdasarkan data yang didapatkan secara umum yang bekerja sebagai petani tambak yang masing-masing bernama H.basri,Ridwan,Sahar,Basri,Tahir,yang lebih jelasnya pada tabel 2 dibawah ini.

NO
Nama
Umur(tahun)
Pekerjaan
Pendidikan
1
H.basri
45
Petani tambak
-
2
Ridwan
50
Petani tambak
-
3
Sahar
38
Petani tambak
-
4
Basri
-
Petani tambak
-
5
Tahir
27
Petani tambak
Smp
            Tabel 2.Identitas responden petani tambak

          Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa semua responden bekerja sebagai petani tambak.dari tabel diatas secara berturut-turut bernama H.basri yang berumur 45 tahun,kemudian yang kedua bernama Ridwan yang berumur 50 tahun,yang kemudian yang ketiga bernama sahar yang berumur 38 tahun,kemudian yang keempat bernama basri yang umurya tidak diketahui,dan yang terakhir bernama tahir yang berumur 27 tahun

D.  Analis data
          Berdaasarkan data dari responden yang didapatkan,jumlah pengeluaran dan pendapatan yang diperoleh oleh pengelolah tambak dapat dilihat pada tabel 3, tabel 4,dan tabel 5,dibawah ini:
·      Pengeluaran          
          Pengeluaran adalah biaya yang dipakai dalam kegiatan penambakan,dimana pengeluaran terbagi atas dua yaitu biaya tetap dan biaya variable,berdasarkan data yang didapatkan dari responden jumlah pengeluarannya dalam satu kali panen dapat dilihat pada tabel 3 berikut:





Tabel 3.1 biaya variable dalam satu kali panen

H.basri
Ridwan
Sahar
Basri
Tahir
Bahan
837,500




Bibit
800.000
500.000
2.625.000
825.000
1.080.000
Pakan
2.250.000
1.750.000
6.125.000
2.250.000
3.410.000
Sewa mesin

100.000

100.000

Sewa alkon



50.000

sewa jala



50.000

Obat racun


600.000


Solar




135.000
Gaji karyawan
1.200.000

3.900.000


Jumlah
5,087,500
2.350.000
13,250,000
3.275.000
4.625.000
    
            Dari tabel 3.1 diatas dapat kita lihat pengeluaran variable petani tambak  yang dumulai dari biaya variabelnya sedikit ke biaya variabelnya besar,secara berturut-turut yaitu pak Ridwan yang pengeluaran variabelnya hanya 2.350.000,pak Basri biaya variabelnya sebesar 3.275.000,pak Tahir biaya variabelnya sebesar 4.625.000,H.basri yaitu sebesar 5.087.500,dan yang terakhir yaitu pak Sahar yaitu pengeluaran variabelnya sebesar 9.350.000 dimana relatif lebih besar pengeluarannya dibandingkan dengan petani tambak yang lain.
              Tabel 3.2 biaya tetap petani tambak.
Biaya tetap
H.basri
Ridwan
Sahar
Basri
Tahir
Lahan
20.000.000
15.000.000
28.000.000

25.000.000
Jarring

700.000


700.000
Alkon


3.000.000

3.000.000
Kincir


16.000.000

2.300.000
Mesin





Lampu



15.000

Pipa


340.000


Jumlah
20,837,500
16.200.000
47.340.000
15.000
31.000.000
         
Dari tabel 3.2 dapat kita lihat biaya tetap yang paling sedikit dan biaya yang tetap yang paling besar,yaitu pak basri yang biaya tetapnya hanya 15.000,pak ridwan 16.200.000,H.basri 20.837.500,pak sahar yaitu sebesar 47.340.000.

Pada tabel diatas terdapat petani tambak yang biaya tetapnya hanya 15.000 saja yaitu pada pembelian lampu gas saja,biaya tetap pak basri sangat kecil ini disebabkan karena pak basri tidak membeli lahannya yang merupakan warisan dari orang tuanya.
Tabel 3.3 total pengeluaran petani tambak
Nama
Pengeluaran
Total pengeluran
(TC = FC+VC)
VC
FC
H.basri
5,087,500
20.837.500
25,925,000
Ridwan
2.350.000
16.200.000
18,550,000
Sahar
13,250,000
47.340.000
60,590,000
Basri
3.275.000
15.000
   3,290,000
Tahir
4.625.000
31.000.000
35,625,000

            Dapat kita lihat tabel 2.3 diatas bahwa total pengeluaran petani tanbak mulai dari pengeluaran terkecil sampai terbesar secara berturut-turut yaitu pak basri yang hanya sebesar 3.290.000,pak ridwan sebesar 18.550.000,kemudian H.basri sebesar 24.725.000 selanjutnya pak tahir sebesar 35.625.000 dan yang terakhir yaitu pak sahar sebesar 56.690.000.

            Pada tabel 3.3 diatas ada petani tambak yang berbeda dengan petani tambak yang lain yaitu pak basri dimana biaya variabelnya lebih besar dibandingkan dengan biaya tetapnya,hal ini membuktikan bahwa tidak selamanya biaya tetap itu lebih besar dibandingkan dengan biaya variable apabila ada hal-hal yang mendukung biaya tetap misalnya lahan dan lain-lain.
·      Pendapatan

            Pendapatan adalah penghasilan yang didapat dari hasil panen tambak selama satu kali panen.Berdasrkan data yang didapatkan dari responden jumlah pendapatan yang dihasil selama satu kali panen yaitu pada tabel 3 berikut:

            Tabel 4. Pendapatan dalam satu kali panen
Nama
Harga per 1 kg
Jumlah panen(kg)
Total pendapatn(TR)
H,basri
45.000
888.89
40.000.000
Ridwan
45.000
777.79
35.000.000
Sahar
45.000
4.000
180.000.000
Basri
45.000
133.33
6.000.000
Tahir
45.000
1.000
45.000.000

            Dari tabel 4 diatas dapat kita lihat bahwa petani tambak yang jumlah pendapatannya besar ke kecil secara  berturut-turut yaitu pak basri yang sebesar 180.000.000,dan pak tahir sebesar 45.000.000,kemudian H.basri sebesar 40.000.000,selanjutnya pak ridwan yaitu sebesar 35.000.000,dsn yang terakhir yaitu pak basri yaitu sebesar 6.000.000.

            Tabel 5 total pendapatan bersih dalam satukali panen
Nama
Total pengeluaran(TC)
Total pendapatan(TR)
Pendapatan bersih(π)
H.basri
25,925,000
40.000.000
14,075,000
Ridwan
18,550,000
35.000.000
16,450,000
Sahar
60,590,000
180.000.000
119,410,000
Basri
3,290,000
  6.000.000
2,710,000
Tahir
35,625,000
45.000.000
9,375,000

           


            Dari  tabel 5 diatas dapat kita lihat bahwa pendapatan bersih yang terkecil adalah pak basri yaitu sebesar 2.710.000,kemudian pak tahir yaitu sebesar 9.375.000,selanjutnya H.tahir yaitu sebesar 14.075.000,kemudian pak ridwan yaitu sebesar 16.450.000,dan yang paling besar adalah pak sahar yaitu sebesar 119.410.000.

Penyelesaian:
1.    H.BASRI
TC =VC+FC
     =5,087,500+ 20.837.500
     = 25,925,000
TR = V X Q
     = 45.000 X 45.000
     = 40.000.000
  Π = TR – TC
     = 40.000.000 - 25,925,000
     =14,075,000
2.    RIDWAN
TC = VC + FC
     = 2.350.000 +16.200.000
     =18,550,000
TR = V X Q
      = 45.000 X 777.79
     = 35.000.000
Π  = TR – TC
    = 35.000.000 - 18,550,000
    = 16,450,000
3.    SAHAR
TC = VC + FC
     = 13,250,000 + 47.340.000
     = 60,590,000
TR = V X Q
      = 45.000 X 4.000
     = 180,000.000
 Π  = TR – TC
       = 180,000.000 - 60,590,000
      = 119,410,000
4.    BASRI
TC = VC + FC
     = 3.275.000 + 15.000
     = 3,290,000
TR = V X Q
     = 45.000 X 133.33
     = 6.000.000
  Π = TR – TC
     = 6.000.000 - 3,290,000
      = 2,710,000
5.    TAHIR
TC = VC + FC
     = 4.625.000 + 31.000.000
     =35,625,000
TR = V X Q
     = 45.000 X 1.000
     = 45.000.000
 Π  = TR – TC
     = 45.000.000 - 35,625,000
     = 9,375,000







Dari tabel dan keterangan diatas sesuai yang dikatakan Habibi (2007) yang menyatakan bahwa total biaya atau total cost adalah biaya tetap ditambah biaya variabel. Sedangkan untuk total penerimaan pada usaha tambak udang diperoleh dari hasil selama satu kali panen.Di mana pendapatan usaha meupakan hasil pendapatan dikurangi semua biaya yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung,dan kemudian untuk mengetahui keuntungan dalam satu kali panen adalah total pendapatan selama satu kali panen dikurangi dengan total pengeluaran yaitu biaya tetap dan biaya variable.

            Dari analis diatas dapat dikatan bahwa yang mempengaruhi banyaknya penggeluaran adalah luas lahan dan pegawai dimana semakin luas lahan pengelolaan semakin banyak pula bibit yang diturunkan dan semakin banyak pula pakan yang dibutuhkan sesuai yang dikatakan (http: //skripsi. Umm .ac.id /files /disk1/224/jiptummpp-gdl-s1-2007-rickyanto0-11180-1.+PENDAN.2007>Rickyanto) Yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran adalah hasil panen, jumlah tenaga kerja dan luas lahan.ini terbukti pada salah satu responden yang bernama pak basri dimana lahannya merupakan pemberian orang tua oleh sebab itu biaya yang dikeluarkan dalam mengelolah tanbak ini relatif sedikit berbeda dengan responden lainnya yaitu H.basri,pak ridwan,pak sahar,dan pak tahir dimana lahannya yang diolahnya merupakan lahan yang dibeli.

            Dari analis data diatas dapat juga dikatakan bahwa yang mempengaruhi banyak sedikitnya pendapatan juga dipengaruhi oleh pengolahan tambak yang baik sesuai yang dikatakan oleh (yunita 2006,www.google.com/pengelolahan tambak) yang diakses pada hari sabtu tanggal 9,yang mengatakan bahwa lahan yang baik adalah lahan yang dikelolah dengan baik,yaitu pengoptimalisasian pengolalahan tambak,sesuai yang terjadi pada salah satu responden yang bernama pak basri dimana bibit yang diturunkan sebanyak 25000 akan tetapi hanya menghasilkan sebesar 6.000.000 hal ini disebabkan oleh kurang optimalnya pengolahan tambaknya berbeda dengan hasil yang didapatkan oleh pak ridwan dimana bibit yang diturnkan hanya 20.000 ekor saja akan tetapi hasil yang didapatkan sebesar 35.000.000,hal ini membuktikan bahwa pengelolahan yang baik sangat mempengaruhi pendapatan.









KESIMPULAN DAN SARAN
A.   Kesimpulan
1.    Banyak sedikitnya pengeluaran dipengaruhi oleh jumlah bibit,luas lahan,alat pendukung pengelolahan,pakan dan tenaga kerja
2.    Banyak sediktnya pendapatan yang diperoleh dipengaruhi oleh baik tidaknya pengelolahan,lahan,hasil panen dan harga jual.
3.    Keuntungan yang didapatkan apabila total pengeluaran lebih kecil dibandingkan dengan total pendapatan
4.    Dalam pengelolahan tambak didesa siddo,kecamatan soppeng riaja,kabupaten barru,provinsi Sulawesi selatan suadah baik karena dalam pengelolahan tabak selalu memperoleh keuntungan Cuma masih butuh pembinaan dalam pengelolahan

B.   Saran
Sebaiknya dalam pengambilan data asisten memberikan informasi kepada masyarakat (respnden) dan sebaiknya asisten mendapatkan data responden dari kepala desa,agar praktikan tidak asal-asalan dalam pengambilan data,terima kasih











Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BARANG LOMPO

Mari kita sedikit membahas tentang pulau yang sangat terkenal dimahasiswa perikanan yang ada dimakassar       Pulau Barrang Lompo  terma...