I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia yang merupakan salah satu Negara agraris dan
maritim dengan potensi wilayah yang ada yaitu panjang garis pantai kurang lebih
81.000 km2 menempatkan sektor pertanian dan perikanan sebagai titik
berat perekonomian. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan meski selama lima
puluh tahun terakhir telah terjadi perkembangan yang cukup pesat di bidang ilmu
ekonomi dan biologi yang dapat di aplikasikan untuk menjawab permasalahan
pengelolaan sumberdaya perikanan, pengelolaan dan pembangunan, sumberdaya
perikanan masih dirasakan relative kompleksdi banding land based resource (Dahuri, 2001).
Mengingat pertumbuhan penduduk
Indonesia yang relatif cepat yaitu 2,34% menurut hasil sensus kependudukan 1981,
maka kita harus selalu mencari upaya untuk meningkatkan produksi komoditi yang
telah ada dan di lain pihak mencari sumber-sumber produksi baru yang dapat
menambah penghasilan negara dan juga memperbesar lapangan kerja. Meskipun
kegiatan-kegiatan yang ada di darat tetap akan mendominir perekonomian kita
untuk waktu yang masih lama, namun pendayagunaan sumberdaya laut merupakan
tantangan dan kemungkinan yang sangat besar untuk perkembangan perekonomian
Indonesia di masa datang. Hal ini antara lain disebabkan bahwa pendayagunaan sumber
daya alam laut dan wilayah pesisir akan mempunyai peranan ganda. Disatu pihak
akan meningkatkan lapangan kerja, tetapi di lain pihak juga akan meningkatkan
pendapatan negara.
Permasalahan dalam pembangunan kawasan sumberdaya perikanan dari segi wilayahnya, banyak ditemui berbagai hal yang
kontradiktif, antagonistic dalam hubungannya antar potensi sumberdaya bagi
kawasan pesisir dan kelautan. Interaksi antar masyarakat dengan komponen
lingkungan hidup lain dalam kaitanya dengan pemanfaatan dan pendayagunaan
sumberdaya alam mempunyai pengaruh yang nyata. Dampak atau akibat yang
ditimbulkan oleh pola interaksi yang terbentuk tersebut menghasilkan kondisi
lingkungan hidup. Hal ini selanjutnya akan membantu dalam merumuskan
permasalahan lingkungan yang dihadapi daerah pesisir (Dahuri, 2001).
Produksi ikan sampai saat ini
mencapai 75% dari penangkapan, sedangkan sisanya berasal dari kegiatan
budidaya. Lebih dari 90% penangkapan ikan di perairan darat, seperti sungai dan
danau, berada di Kalimantan dan Sulawesi, sedangkan jenis ikan yang
dibudidayakan di tambak air payau dan air tawar banyak di lakukan di Pulau
Jawa. Tingkat eksploitasi sumberdaya perikanan terbesar di Indonesia barada di
Selat Malaka. Hal ini memilki implikasi ekonomi yang cukup penting dan memerlukan
usaha manajemen perikanan yang tepat (Agus, 1997).
Ilmu ekonomi pada umumnya dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
tentang bagaimana tingkah laku manusia baik secara perorangan maupun sebagai
masyarakat, berusaha memenuhi kebutuhan dari berbagai alat pemuas kebutuhan
atau sumberdaya yang terbatas adanya oleh karena itu, manusia atau masyarakat
harus memilih diantara kebutuhan atau sumberdaya itu dan juga memilih diantara
kebutuhan yang harus dipenuhinya.(Anonim,2007)
Dewasa ini sumberdaya alam dan lingkungan telah menjadi barang langka akibat tingkat ekstraksi yang berlebihan over-exploitation dan kurang memperhatikan aspek keberlanjutan. Kendati ia secara ekonomi dapat meningkatkan nilai jual, namun di sisi lain juga bisa menimbulkan ancaman kerugian ekologi yang jauh lebih besar, seperti hilangnya lahan,
langkanya air bersih, banjir, longsor, dan sebagainya (Anonim,
2007).
Peningkatan
kontribusi perikanan harus diupayakan secara berhati-hati dalam rangka
pembangunan nasional, agar tidak menimbulkan dampak negative dimasa yang akan
datang. Disinilah peranan pengelolaan potensi perikanan menjadi sangat
strategis.
Berdasarkan hal tersebut diatas dapat memberikan pandangan tentang
perlunya melaksanakan praktek lapang Ekonomi sumberdaya Perikanan.
B. Tujuan Dan Kegunaan
Tujuan
dilaksanakannya praktek lapang ini adalah :
.1. untuk meidentifikasi sumber
daya perikanan
2. Untuk mengetahui aktivitas pemanfatan
sumber daya perikanan dan mengetahui
aspek-aspek ekonominya.
3 untuk
mengetahui persepsi masyarakaat tentang pemanfaatan SDA perikanan yg lestari.
Kegunaan
dilaksanakannya praktek lapang ini adalah sebagai bahan perbandingan antara
teori Ekonomi Sumberdaya Perikanan yang diperoleh dibangku kuliah dengan
realitas yang terjadi di lapangan.
II
. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Ilmu Ekonomi
Ilmu ekonomi secara konvensional sering didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari bagaimana manusia mengalokasikan sumberdaya yang langka. Dengan
demikian, ilmu ekonmi sumberdaya alam dapat didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari pengalokasian sumberdaya alam seperti air, lahan, ikan, hutan.
Secara ekplisit ilmu ini mencari jawaban seberapa besar sumberdaya harus
diekstraksi sehingga menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat
(Fauzi, 1997).
B. Pengertian Sumberdaya perikanan
Sumberdaya adalah segala sesuatu yang dapat
dimanfaatkan, dapat berupa barang maupun barang konsumsi. Yang dimaksud dengan
sumberdaya dalam proses produksi tidak hanya meliputi tanah, mineral dan bahan
bakar, tetapi juga tenaga kerja, kapital maupun valuta asing. Pada umumnya
prinsip-prinsip dalam ekonomi sumberdaya alam tidak terlalu khusus dan masih
akan menggunakan prinsip-prinsip
analisis pada umumnya.
Barang-barang sumberdaya alam tidaklah bebas adanya sehingga untuk
memperolehnya memerlukan pengorbanan. Dengan kata lain barang-barang langka
adanya dan memiliki barang alternatif. Penggunaan alternatif itu dapat
merupakan penggunaan sekarang dan penggunaan akan datang dengan kata lain
dimensi pilihan itu meliputi pilihan saat ini dan saat mendatang (Suparmoko,
1997).
Potensi sumberdaya
kelautan dapat digolongkan dalam 4 kategori yakni 1) sumberdaya alam yang dapat
pulih (renewable resources), 2) sumberdaya alam yang tidak dapat pulih (unrenewable
resources), 3) sumber-sumber energi kelautan, dan 4) jasa-jasa lingkungan
kelautan (environmental services).
Sumberdaya alam yang
dapat pulih meliputi sumberdaya ikan (berbagai jenis ikan, kerang-kerangan,
udang, kepiting, ubur-ubur, dan biota perairan laut lainnya), hutan mangrove,
padang lamun & rumput laut, dan terumbu karang. Potensi lestari ikan laut
Indonesia – yang berarti jumlah ikan yang dapat diproduksi dari laut setiap
tahun secara kontinu tanpa menganggu eksistensi dan keberlanjutan sumberdaya
tersebut -- diperkirakan mencapai 6,4 juta ton per tahun dengan jumlah
tangkapan yang diperbolehkan 5 juta ton per tahun. Seluruh potensi perikanan
tangkap diperkirakan memiliki nilai ekonomi US$ 15,1 miliar.
Dari sumberdaya yang
tidak dapat pulih (unrenewals resources) potensi Indonesia juga luar
biasa besarnya, antara lain minyak bumi dan gas, bauksit, timah, bijih besi,
dan bahan tambang dan mineral lainnya. Dari 60 cekungan minyak yang ada di Indonesia,
sekitar 70 persen (40 cekungan) terdapat di laut, yang berpotensi menghasilkan
106,2 miliar barel setara minyak. Dari sisi sumberdaya energi laut, yang
berpotensi dikembangkan adalah Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC),
energi kinetik dari gelombang, pasang surut dan angin. Potensi kelautan yang
berkaitan dengan jasa-jasa lingkungan adalah lokasi-lokasi indah untuk wisata
bahari, jasa transportasi laut, sumber plasma nutfah (genetic resources)
(Miranty, 2006).
Ikan adalah salah satu
bentuk sumberdaya alam yang bersifat renewable
atau mempunyai sifat dapat pulih/dapat memperbaharui diri. Disamping sifat renewable, menurut Widodo dan Nurhakim
(2002) dalam Suyasa (2003),
sumberdaya ikan pada umumnya mempunyai sifat “open access” dan “common
property” yang artinya pemanfaatan bersifat terbuka oleh siapa saja dan kepemilikannya
bersifat umum. Sifat sumberdaya seperti ini menimbulkan beberapa konsekuensi,
antara lain :
1)
Tanpa adanya pengelolaan akan menimbulkan gejala eksploitasi berlebihan (over exploitation), investasi berlebihan
(over investment) dan tenaga kerja berlebihan (over employment).
2)
Perlu adanya hak kepemilikan (property rights), misalnya oleh Negara (state
property rights), oleh masyarakat (community property rights) atau oleh
swasta/perorangan (private property rights).
Dengan
sifat-sifat sumberdaya seperti diatas, menjadikan sumberdaya ikan bersifat
unik, dan setiap orang mempunyai hak untuk memanfaatkan sumberdaya tersebut
dalam batas-batas kewenangan hukum suatu Negara (Suyasa, 2003).
Sumberdaya alam mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di suatu
Negara (khususnya Negara sedang berkembang), dimana semakin tinggi pertumbuhan
ekonominya, akan mengakibatkan persediaan sumberdaya alam yang tersedia akan
semakin berkurang. Hal ini karena
pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan selalu menuntut adanya barang sumberdaya
dalam jumlah yang tinggi pula, dan barang sumberdaya ini diambil dari persediaan
sumberdaya alam yang ada. Dengan demikian, terdapat hubungan yang “positif”
antara jumlah barang sumberdaya dengan pertumbuhan ekonomi, disamping juga
hubungan yang “negative” antara persediaan sumberdaya alam dengan pertumbuhan
ekonomi (Suyasa, 2003).
Pengertian deplesi disini
adalah suatu cara pengambilan sumberdaya alam secara besar-besaran, yang
biasanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan bahan mentah. Dalam kaitannya
dengan sumberdaya perikanan yang sifatnya dapat diperbaharui, tindakan deplesi
walaupun dapat diimbangi dengan kegiatan konservasi akan tetap melekat
dampaknya terhadap lingkungan dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
memulihkannya.
Sumberdaya yang bersifat milik bersama memilki 3 (tiga)
sifat khusus yang dikemukakan menurut Nikijuluw (2002) dalam Suyasa (2003). Ketiga
sifat khusus tersebut adalah :
1) Ekskludabilitas
Sifat
ini berkaitan dengan upaya pengendalian dan pengawasan terhadap akses ke
sumberdaya. Upaya pengendalian dan
pengawasan ini menjadi sulit dan sangat mahal oleh karena sifat phisik sumberdaya ikan yang dapat
bergerak, disamping lautan yang cukup luas.
Dalam kaitan ini, orang akan dengan mudah memasuki area perairan untuk
memanfaatkan sumberdaya ikan yang ada didalamnya, sementara disisi lain
otoritas menejemen sangat sulit untuk mengetahui serta memaksa mereka untuk
keluar.
2) Substraktabilitas
Substraktabilitas
adalah suatu situasi dimana seseorang mampu dan dapat menarik sebagian atau
seluruh manfaat dan keuntungan yang dimiliki oleh orang lain. Dalam kaitan ini,
meskipun para pengguna sumberdaya melakukan kerjasama dalam pengelolaan, akan
tetapi kegiatan seseorang di dalam memanfaatkan sumberdaya yang tersedia akan
selalu berpengaruh secara negatif pada kemampuan orang lain didalam
memanfaatkan sumberdaya yang sama. Dengan demikian, sifat ini pada dasarnya
akan menimbulkan persaingan yang dapat mengarah pada munculnya konflik antara
rasionalitas individu dan kolektif.
3) Indivisibilitas
Sifat
ini pada hakekatnya menunjukkan fakta bahwa sumberdaya milik bersama adalah
sangat sulit untuk dibagi atau dipisahkan, walaupun secara adminstratif pembagian
maupun pemisahan ini dapat dilakukan oleh otoritas menejemen.
Uraian diatas memberikan peringatan kepada kita bahwa pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi, apabila dilakukan tidak secara berhati-hati akan dapat
mengguras persediaan sumberdaya alam yang ada. Kondisi ini pada gilirannya
nanti akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. Oleh karena itu,
pemanfaatan sumberdaya alam dalam rangka pembangunan harus dilakukan secara
bijaksana, dengan selalu mempertimbangkan sisi positif dan negatifnya.
Masalah sumberdaya milik bersama pada
hakekatnya berkaitan erat dengan persoalan-persoalan eksploitasi atau
pemanfaatan yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh karena adanya pendapat
masyarakat yang mengatakan bahwa sumberdaya milik bersama adalah sumberdaya
milik setiap orang. Oleh karena itu, dapatkan sumberdaya tersebut selagi masih
baik dan mengapa kita harus menghematnya, sementara orang lain menghabiskannya.
Kondisi diatas
mengakibatkan sumberdaya milik bersama seperti halnya sumberdaya ikan adalah
memungkinkan bagi setiap orang atau perusahaan dapat dengan bebas masuk untuk
mengambil manfaat. Selanjutnya, dengan adanya orang atau perusaahan yang
berdesakan karena bebas masuk, maka akan terjadi interaksi yang menguntungkan
dan secara kuantitatif berupa biaya tambahan yang harus diderita oleh
msing-masing orang atau perusaahan, sebagai akibat keadaan yang berdesakan
tersebut. Dengan demikian, secara prinsip sumberdaya milik bersama yang
dicirikan dengan pengambilan secara bebas maupun akibat-akibat lain yang
ditimbulkan seperti biaya eksternalitas (disekonomis)
dan lain sebagainya, akan menimbulkan kecenderungan pengelolaan secara deplesi
Sumberdaya
ikan masih berperan penting sebagai sumber mata pencaharian, lapangan kerja,
dan protein ikani bagi beberapa negara. Diperkirakan peningkatan jumlah
penduduk dunia dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik akan
mendorong peningkatan permintaan produk ikan. Apalagi negara-negara di Asia
selain menjadi produsen ikan terbesar juga menjadi konsumen utama dari hasil
perikanan.
Di satu sisi, peran ekonomi dan sosial pemanfaatan
sumberdaya ikan nampak masih sangat besar besar, sehingga telah memberikan
ruang bagi pengembangan perikanan lebih luas khususnya perikanan laut yang
secara kuantitafi produksinya mencapai lebih dari 70% total produksi ikan di
Indonesia. Di sisi lain, kelangkaan dan kerusakan sumberdaya ikan dan
habitatnya semakin meluas, yang dikhawatirkan pada gilirannya berimbas pada
berbagai permasalahan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Menurut data FAO
diperkirakan lebih dari 60% stok ikan dunia telah diekploitasi pada tingkat
penuh sampai tingkat rusak (depleted), dan diantaranya tidak lebih dari
1% yang pulih kembali. (Anonim, 2006).
Sumberdaya
perikanan juga tergolong sumberdaya yang dapat pulih tetapi dibatasi oleh
factor pembatas alami dan factor pembatas non alami. Faktor pembatas alami
adalah factor-faktor penghambat ketersedian ikan dari ekosistem itu sendiri,
seperti ketersedian makanan, predator, persaingan ruang dan sebagainya.
Sedangkan factor non alami adalah factor- factor penghambat ketersedian ikan
yang disebabkan oleh kegiatan eksploitasi dan pencemaran (Pasaribu dkk, 2005).
C. Aktivitas pemanfaatan sumber daya
perikanan(metode MSY)
Alat penangkapan ikan khususnya di perairan pesisir
pantai merupakan masalah yang kompleks dan penting untuk segera dicarikan
pemecahannya. Pemanfaatan sumberdaya ikan yang tidak terkendalikan di beberapa
wilayah perairan telah menyebabkan degradasi yang sangat tajam akan stok
sumberdaya ikan dan ekologi perairan. Banyak alat tangkap (baika dalam jenis
maupun jumlah) yang terkonsterasi di pantai, diyakini telah mendorong tingginya
tekanan penangkapan dan kompetisi antar nelayan. Disisi lainnya, nasib nelayan
sebagai pelaku utama dalam perikanan, belum juga terentaskan. Bertambahnya
nelayan yang tidak terkontrol, di beberapa wilayah perairan ditengarai telah
melampaui batas maksimum, sehingga keberadaannya perlu dievaluasi lebih lanjut.
Pengaturan
sumberdaya ikan yang didasarkan pada penghitungan jumlah stok ikan dan beberapa
metoda pengaturan penangkapan iakn sudah banyak dilakukan. Namun demikian,
usaha-usaha tersebut belum juga memperlihatkan kemajuan yang menggembirakan.
Bahkan, angka-angka potensi sumberdaya ikan yang dijadikan dasar pengelolaan
sumberdaya ikan sering dilakukan keberadaannya dan tidak jarang menjadi bahan
perdebatan berkaitan dengan angka-angka yang kurang sesuai dengan kondisi
sesungguhnya. Bertolak dari fakta-fakta tersebut di atas, maka sudah waktunya
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) untuk segera membenahi model
pengelolaan perikanan khususnya perikanan skala kecil di pesisir pantai dengan
menerapkan Manajement of Fishing Capacity
seperti yang dihimbau FAO.
Besaran
kapasitas maksimum suatu perikanan meskipun tidak memberikan jawaban
kuantitatif, pendekatan fishing capacity
layak untuk dipertimbangkan dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Di samping
karena metoda yang dikembangkan tidak memerlukan data yang sulit, metoda
penghitungan fishing capacity juga
sangat cocok untuk dikembangkan di negara-negara berkembang di mana sistem
pendataannya kurang begitu sempurna. Dibandingkan dengan metoda penghitungan
analitik konvensional yang relatif sulit dan memerlukan waktu yang relatif
panjang, pendekatan fishing capacity
memberikan alternatif pemecahan bagi pengelolaan sumberdaya ikan secara cepat
dan sederhana dengan tingkat keilmiahan yang biasa dipertanggungjawabkan
(Wiyono, 2005).
D .Pelestarian sumber daya perikanan
Upaya
konservasi sumber daya alam selama ini nampaknya tenggelam di tengah gemuruh
upaya eksploitasi besar-besaran yang tidak terkendali demi kepentingan sesaat.
Pun kita bisa lihat bahwa utilisasi dari sumber daya alam yang kita miliki
tidak sepenuhnya bisa dinikmati oleh rakyat dalam bentuk kemakmuran sebagaimana
yang diamanahkan oleh konstitusi kita. SDA kita banyak dieksploitasi untuk
kemudian diekspor ke negara lain dengan harga yang sangat murah karena kita
tidak pernah menghitung biaya kerusakan alam yang diakibatkannya. Hasil dari
pendapatan akan penjualan kekayaan alam kita pun tidak kemudian otomatis
diinvestasikan untuk memperkuat akumulasi modal fisik dan modal manusia
Indonesia. Kita bisa lihat bahwa kualitas Human Development Index kita masih
rendah dibandingkan negara yang tidak memiliki kekayaan alam seperti yang
dimiliki Indonesia di kawasan Asia Tenggara. Hampir sebagian besar pendapatan
yang diperoleh dari pemanfaatan kekayaan kita tidak sepenuhnya berhasil
ditransformasikan ke dalam bentuk penguatan akumulasi modal baik yang bersifat
fisik maupun insani. Untuk itu, seyogianya kita sudah harus mulai berpikir
bagaimana memanfaatkan SDA yang kita miliki dengan bijaksana dan
berkesinambungan dan melakukan upaya konservasi yang sungguh-sungguh sebagai
bentuk investasi.Terkait dengan harmonisasi antara kepentingan ekonomi dan
kelestarian lingkungan, ada baiknya kita mencermati pesan dari Profesor Herman
E Daly (2007), seorang guru besar di bidang ecological economics di University
of Maryland yang patut kita camkan dan laksanakan terkait dalam hal pengelolaan
SDA yakni pertama, membatasi pengunaan SDA yang menghasilkan limbah untuk tidak
melewati ambang batas kemampuan biologis ekosistem dalam menyerapnya. Kedua,
dalam mengeksploitasi SDA seyogianya tidak melampaui batas kemampuan ekosistem
dalam meregenerasi SDA tersebut, dan, ketiga, dalam mengonsumsi SDA yang tak
terbarukan, hendaknya jangan melampaui kecepatan dari pengembangan subsitusi
sumber daya yang terbarukan. Jangan sampai terjadi ketika semua potensi SDA
kita habis terkuras dan pada saat yang sama hasil pengelolaan SDA tersebut
tidak digunakan untuk penguatan human capital di mana ketika pengembangan SDM
tidak teroptimalkan, maka kita akan mengalami keadaan sebagaimana pameo
"sudah jatuh, tertimpa tangga pula". Jika kita mampu mengelola
potensi SDA kita dengan bijaksana dan berkelanjutan sekaligus manfaat adanya
SDA tersebut dapat dirasakan secara optimal bagi kesejahteraan segenap rakyat,
tentunya kekayaan SDA yang kita miliki tersebut akan menjadi berkah dan bukan
menjadi kutukan (resource curse).(Suparmoko1998)
III. METODOLOGI PRAKTEK
A.
Waktu
dan Tempat
Praktek lapang Ekonomi Sumberdaya Perikanan dilaksanakan
pada hari Minggu 27 maret 2011,Desa Siddo,Kec.Soppeng riaja,Kab.Barru
prov.Sulawesi selatan.
B.
Sumber
Data
Sumber data yang dikumpulkan dalam praktek lapang Ekonomi
Sumberdaya Perikanan, antara lain :
a. Data primer adalah data yang diperoleh
melalui wawancara langsung kepada beberapa responden dengan menggunakan
kuisioner serta observasi di lapangan.
b. Data sekunder diperoleh melalui studi
berbagai pustaka dan melalui laporan-laporan instansi pemerintah dan swasta
terkait.
A.
Analisis
Data
Data dapat dianalis dengan menggunakan
Rumus :
Keuntungsn:Π = TR – TC Ket :
Π = Keuntungan V =harga
Pendapatan:TR=
V x Q TR = Total Reven Q=jumlah ikan
Pengeluaran: TC=VC + FC TC = Total Cost
VC= variable cost
FC =
cost
B. Metode pengambilan data
Adapun Metode
pengambilan data yang dilakukan dilapangan adalah,yaitu :
a)
Obsevasi adalah teknik penelitian dengan melihat langsung dan
kondisi daerah sekitar.
b)
Wawancara adalah teknik penelitian dengan wawancara langsung
dengan masyarakat setempat dengan menggunakan kuisioner
c)
Studi pustaka adalah
membandingkan data hasil yang di dapat dari lapangan dengan data dari pustaka.
IV.HASIL
DAN PEMBAHASAN
A. Letak Geografis Lokasi Praktek
Kabupaten
Barru terletak diantara koordinat 4 0,5’49’– 4 47’35’ Lintang Selatan dan 199
35’ 00’ – 119 49’16’ Bujur Timur dengan luas daerah sekitar 1174,72 KM 2
Batas-batas Kabupaten
Barru:
* Sebelah Utara dengan Kota Pare-pare
* Sebelah Timur dengan Kabupaten Soppeng
dan Kabupaten Bone
* Sebelah Selatan berbatasan dengan
Kabupaten Pangkep
* Sebelah Barat dengan Selat Makassar
Kabupaten
Barru yang terletak pada posisi lintas dengan bentangan pantai 78 Km,
mengedepankan semangat kebersamaan. Dengan jarak tempuh dari iIbukota Propinsi
Sulawesi Selatan 100 Km. Luas wilayahnya 1.174.74 Km 2. Barru kini telah
bergeliat dalam menyongsong pembangunan di era otonomi. Sejak diundangkannya
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1998 tentang Pemerintahan Daerah , banyak program
telah digulirkan dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Salah satunya, Barru
kini tengah diuji dengan sebuah program yang disebut agropolitan. Sebagai
sebuah daerah yang berbasis pertanian dan kelautan tentu saja keterpaduan
program ini tidaklah sulit. Tapi apakah semudah itu implementasinya di
lapangan. Inilah yang tengah di pertaruhkan di Barru. Agropolitan sendiri
bertujuan mensejahterahkan masyarakat dan diharapkan program agropolitan ini
salah satu jalan untuk meningkatkan derajat kehidupan masyarakat.Jumlah
penduduk sampai dengan tahun 2005 adalah 158 500 jiwa yang terdiri atas 77.172
jiwa laki-laki dan 81328 ajiwa perempuan dengan kepadatan penduduk sebesar
135,62 jiwa/km2. Kabupaten Barru terdiri dari 11 kecamatan, 14 kelurahan dan
400 desa.
Kabupaten
Barru memiliki potensi kelautan dan Perikanan yang sangat besar.Garis
ppantainya membentang di Wilayah Barat Kabupaten, menghadap ke selat
Makassar.Berbagai Budi Daya laut berpotensi untuk dikembangkan.Budidaya Keramba
Jaring apung yang menghasilkan Bandeng dan Nila Merah di Kecamatan Mallusetasi,
Kerang Mutiara di Pulau Panikiang,sementara di Kecamatan Tanete
Rilau,Barru,Soppeng Riaja dan Mallusetasi dapat dikembangkan budidaya rumput
laut,Kepiting dan Teripang.Sedangkan budidaya kerang-kerangan juga dikembangkan
di Kecamatan Balusu,Barru dan Mallusetasi.
Desa
siddo mempunyai ketinggian antara 0-1.700 meter diatas permukaan laut dengan
bentuk permukaan sebahagian besar daerah kemiringan,berbukit hingga bergunung -
gunung dan sebahagian lainnya merupakan daerah datar hinggi landai.Di desa
siddo mempunya luas 8,80 km² dan 880 Ha dengan tipe iklim C yakni mempunyai
bulan basah berturut-turut 5-6 bulan (Oktober - Maret) dan bulan Kering
berturut-turut kurang dari 2 bulan (April - September).Total hujan selama
setahun di desa siddo sebanyak 113 hari dengan jumlah curah hujan sebesar 5.252
mm.Curah hujan di desa siddo berdasarkan hari hujan terbanyak pada bulan
Desember - Januari dengan jumlah curah hujan 1.335 mm dan 1.138 mm sedangkan
hari hujan masing-masing 2 hari dengan jumlah curah hujan masing-masing 04mm
dan 17 mm.
Nama
Kelurahan/Desa : Siddo
Kode
Wilayah Kelurahan/Desa : 73.11.04.2006
Nama
Kecamatan : Soppeng Riaja
Kabupaten
:
bantaeng
Propinsi : Sulawesi Selatan
Batas-batas desa siddo yaitu:
Bagian
sebelah barat :berbatasan dengan Selat
Makassar
Bagian
sebelah utara :berbatasan dengan batu
putih
Bagian
sebelah timur :
Bagian
sebelah selatan: berbatasan dengan desa lawallusu
B. Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana didesa siddo
kec,soppeng riaja,kaupeten barru provinsi Sulawesi selatan dapat kita lihat
pada tabel 1 berikut ini:
Tabel 1.sarana dan prasarana didesa siddo:
no
|
Sarana dan
prasarana
|
Jumlah(unit)
|
1
|
TK
|
1
|
2
|
SD
|
4
|
3
|
SLTP/Tsanawiya
|
1
|
4
|
Mushola
|
2
|
5
|
Mesjid
|
4
|
6
|
Kantor desa
|
1
|
7
|
Puskesmas
|
1
|
jumlah
|
|
14 unit
|
Dari tabel 1 diatas dapat ketahui
bahwa sarana dan prasarana didesa siddo berjumlah 14 unit yang antara lain
yaitu TK sebanyak 1 unit,sekolah dasar sebanyak 4 unit,sekolah lanjutan tingkat
pertama atau tsanawiyah sebanyak 1 unit,musholah sebanyak 2 unit,mesjid
sebanyak 4 unit,kantor desa sebanyak 1 unit,puskesmas sebanyak 1 unit.
Dari tabel 1 diatas kita bisa
menyatakan bahwa didesa siddo,kecamatan soppeng riaja,kabapaten barru,provinsi
Sulawesi selatan ini tidak mempunya sarana dan prasarana yang mendukung petani
tambak dalam proses memproduksi udang
C. Identitas responden
Berdasarkan
data yang didapatkan secara umum yang bekerja sebagai petani tambak yang
masing-masing bernama H.basri,Ridwan,Sahar,Basri,Tahir,yang lebih jelasnya pada
tabel 2 dibawah ini.
NO
|
Nama
|
Umur(tahun)
|
Pekerjaan
|
Pendidikan
|
1
|
H.basri
|
45
|
Petani
tambak
|
-
|
2
|
Ridwan
|
50
|
Petani
tambak
|
-
|
3
|
Sahar
|
38
|
Petani
tambak
|
-
|
4
|
Basri
|
-
|
Petani
tambak
|
-
|
5
|
Tahir
|
27
|
Petani
tambak
|
Smp
|
Tabel 2.Identitas responden petani
tambak
Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa
semua responden bekerja sebagai petani tambak.dari tabel diatas secara
berturut-turut bernama H.basri yang berumur 45 tahun,kemudian yang kedua
bernama Ridwan yang berumur 50 tahun,yang kemudian yang ketiga bernama sahar
yang berumur 38 tahun,kemudian yang keempat bernama basri yang umurya tidak
diketahui,dan yang terakhir bernama tahir yang berumur 27 tahun
D. Analis data
Berdaasarkan data dari responden yang
didapatkan,jumlah pengeluaran dan pendapatan yang diperoleh oleh pengelolah tambak
dapat dilihat pada tabel 3, tabel 4,dan tabel 5,dibawah ini:
·
Pengeluaran
Pengeluaran adalah biaya yang dipakai
dalam kegiatan penambakan,dimana pengeluaran terbagi atas dua yaitu biaya tetap
dan biaya variable,berdasarkan data yang didapatkan dari responden jumlah
pengeluarannya dalam satu kali panen dapat dilihat pada tabel 3 berikut:
Tabel 3.1 biaya variable dalam satu kali panen
|
H.basri
|
Ridwan
|
Sahar
|
Basri
|
Tahir
|
|||
Bahan
|
837,500
|
|
|
|
|
|||
Bibit
|
800.000
|
500.000
|
2.625.000
|
825.000
|
1.080.000
|
|||
Pakan
|
2.250.000
|
1.750.000
|
6.125.000
|
2.250.000
|
3.410.000
|
|||
Sewa mesin
|
|
100.000
|
|
100.000
|
|
|||
Sewa alkon
|
|
|
|
50.000
|
|
|||
sewa jala
|
|
|
|
50.000
|
|
|||
Obat racun
|
|
|
600.000
|
|
|
|||
Solar
|
|
|
|
|
135.000
|
|||
Gaji
karyawan
|
1.200.000
|
|
3.900.000
|
|
|
|||
Jumlah
|
5,087,500
|
2.350.000
|
13,250,000
|
3.275.000
|
4.625.000
|
|||
Dari tabel 3.1 diatas dapat kita
lihat pengeluaran variable petani tambak
yang dumulai dari biaya variabelnya sedikit ke biaya variabelnya
besar,secara berturut-turut yaitu pak Ridwan yang pengeluaran variabelnya hanya
2.350.000,pak Basri biaya variabelnya sebesar 3.275.000,pak Tahir biaya
variabelnya sebesar 4.625.000,H.basri yaitu sebesar 5.087.500,dan yang terakhir
yaitu pak Sahar yaitu pengeluaran variabelnya sebesar 9.350.000 dimana relatif
lebih besar pengeluarannya dibandingkan dengan petani tambak yang lain.
Tabel 3.2 biaya tetap petani
tambak.
Biaya
tetap
|
H.basri
|
Ridwan
|
Sahar
|
Basri
|
Tahir
|
||
Lahan
|
20.000.000
|
15.000.000
|
28.000.000
|
|
25.000.000
|
||
Jarring
|
|
700.000
|
|
|
700.000
|
||
Alkon
|
|
|
3.000.000
|
|
3.000.000
|
||
Kincir
|
|
|
16.000.000
|
|
2.300.000
|
||
Mesin
|
|
|
|
|
|
||
Lampu
|
|
|
|
15.000
|
|
||
Pipa
|
|
|
340.000
|
|
|
||
Jumlah
|
20,837,500
|
16.200.000
|
47.340.000
|
15.000
|
31.000.000
|
||
Dari
tabel 3.2 dapat kita lihat biaya tetap yang paling sedikit dan biaya yang tetap
yang paling besar,yaitu pak basri yang biaya tetapnya hanya 15.000,pak ridwan 16.200.000,H.basri
20.837.500,pak sahar yaitu sebesar 47.340.000.
Pada
tabel diatas terdapat petani tambak yang biaya tetapnya hanya 15.000 saja yaitu
pada pembelian lampu gas saja,biaya tetap pak basri sangat kecil ini disebabkan
karena pak basri tidak membeli lahannya yang merupakan warisan dari orang
tuanya.
Tabel 3.3
total pengeluaran petani tambak
Nama
|
Pengeluaran
|
Total pengeluran
(TC = FC+VC)
|
|||
VC
|
FC
|
||||
H.basri
|
5,087,500
|
20.837.500
|
25,925,000
|
||
Ridwan
|
2.350.000
|
16.200.000
|
18,550,000
|
||
Sahar
|
13,250,000
|
47.340.000
|
60,590,000
|
||
Basri
|
3.275.000
|
15.000
|
3,290,000
|
||
Tahir
|
4.625.000
|
31.000.000
|
35,625,000
|
||
Dapat kita lihat tabel 2.3
diatas bahwa total pengeluaran petani tanbak mulai dari pengeluaran terkecil
sampai terbesar secara berturut-turut yaitu pak basri yang hanya sebesar
3.290.000,pak ridwan sebesar 18.550.000,kemudian H.basri sebesar 24.725.000
selanjutnya pak tahir sebesar 35.625.000 dan yang terakhir yaitu pak sahar
sebesar 56.690.000.
Pada tabel 3.3 diatas ada petani
tambak yang berbeda dengan petani tambak yang lain yaitu pak basri dimana biaya
variabelnya lebih besar dibandingkan dengan biaya tetapnya,hal ini membuktikan
bahwa tidak selamanya biaya tetap itu lebih besar dibandingkan dengan biaya variable
apabila ada hal-hal yang mendukung biaya tetap misalnya lahan dan lain-lain.
· Pendapatan
Pendapatan adalah penghasilan yang
didapat dari hasil panen tambak selama satu kali panen.Berdasrkan data yang
didapatkan dari responden jumlah pendapatan yang dihasil selama satu kali panen
yaitu pada tabel 3 berikut:
Tabel 4. Pendapatan dalam satu kali
panen
Nama
|
Harga per 1 kg
|
Jumlah panen(kg)
|
Total pendapatn(TR)
|
H,basri
|
45.000
|
888.89
|
40.000.000
|
Ridwan
|
45.000
|
777.79
|
35.000.000
|
Sahar
|
45.000
|
4.000
|
180.000.000
|
Basri
|
45.000
|
133.33
|
6.000.000
|
Tahir
|
45.000
|
1.000
|
45.000.000
|
Dari tabel 4 diatas dapat kita lihat
bahwa petani tambak yang jumlah pendapatannya besar ke kecil secara berturut-turut yaitu pak basri yang sebesar
180.000.000,dan pak tahir sebesar 45.000.000,kemudian H.basri sebesar
40.000.000,selanjutnya pak ridwan yaitu sebesar 35.000.000,dsn yang terakhir
yaitu pak basri yaitu sebesar 6.000.000.
Tabel 5 total pendapatan bersih
dalam satukali panen
Nama
|
Total
pengeluaran(TC)
|
Total
pendapatan(TR)
|
Pendapatan
bersih(π)
|
H.basri
|
25,925,000
|
40.000.000
|
14,075,000
|
Ridwan
|
18,550,000
|
35.000.000
|
16,450,000
|
Sahar
|
60,590,000
|
180.000.000
|
119,410,000
|
Basri
|
3,290,000
|
6.000.000
|
2,710,000
|
Tahir
|
35,625,000
|
45.000.000
|
9,375,000
|
Dari
tabel 5 diatas dapat kita lihat bahwa pendapatan bersih yang terkecil
adalah pak basri yaitu sebesar 2.710.000,kemudian pak tahir yaitu sebesar
9.375.000,selanjutnya H.tahir yaitu sebesar 14.075.000,kemudian pak ridwan
yaitu sebesar 16.450.000,dan yang paling besar adalah pak sahar yaitu sebesar
119.410.000.
Penyelesaian:
1. H.BASRI
TC =VC+FC
=5,087,500+ 20.837.500
= 25,925,000
TR = V X Q
= 45.000 X 45.000
= 40.000.000
Π = TR – TC
= 40.000.000 - 25,925,000
=14,075,000
2. RIDWAN
TC = VC + FC
= 2.350.000 +16.200.000
=18,550,000
TR = V X Q
= 45.000 X 777.79
= 35.000.000
Π = TR – TC
= 35.000.000 - 18,550,000
= 16,450,000
3. SAHAR
TC = VC + FC
= 13,250,000 + 47.340.000
= 60,590,000
TR = V X Q
= 45.000
X 4.000
= 180,000.000
Π = TR
– TC
= 180,000.000
- 60,590,000
= 119,410,000
4. BASRI
TC = VC + FC
= 3.275.000 + 15.000
= 3,290,000
TR = V X Q
= 45.000 X 133.33
= 6.000.000
Π = TR – TC
= 6.000.000 - 3,290,000
= 2,710,000
5. TAHIR
TC = VC + FC
= 4.625.000 + 31.000.000
=35,625,000
TR = V X Q
= 45.000 X 1.000
= 45.000.000
Π = TR
– TC
= 45.000.000 - 35,625,000
= 9,375,000
Dari
tabel dan keterangan diatas sesuai yang dikatakan Habibi (2007) yang menyatakan
bahwa total biaya atau total cost adalah biaya tetap ditambah biaya variabel.
Sedangkan untuk total penerimaan pada usaha tambak udang diperoleh dari hasil
selama satu kali panen.Di mana pendapatan usaha meupakan hasil pendapatan
dikurangi semua biaya yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung,dan
kemudian untuk mengetahui keuntungan dalam satu kali panen adalah total
pendapatan selama satu kali panen dikurangi dengan total pengeluaran yaitu
biaya tetap dan biaya variable.
Dari analis diatas dapat dikatan
bahwa yang mempengaruhi banyaknya penggeluaran adalah luas lahan dan pegawai
dimana semakin luas lahan pengelolaan semakin banyak pula bibit yang diturunkan
dan semakin banyak pula pakan yang dibutuhkan sesuai yang dikatakan (http: //skripsi. Umm .ac.id
/files /disk1/224/jiptummpp-gdl-s1-2007-rickyanto0-11180-1.+PENDAN.2007>Rickyanto) Yang menyatakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi pengeluaran adalah hasil panen, jumlah tenaga kerja dan luas lahan.ini terbukti pada
salah satu responden yang bernama pak basri dimana lahannya merupakan pemberian
orang tua oleh sebab itu biaya yang dikeluarkan dalam mengelolah tanbak ini
relatif sedikit berbeda dengan responden lainnya yaitu H.basri,pak ridwan,pak
sahar,dan pak tahir dimana lahannya yang diolahnya merupakan lahan yang dibeli.
Dari analis data diatas dapat juga
dikatakan bahwa yang mempengaruhi banyak sedikitnya pendapatan juga dipengaruhi
oleh pengolahan tambak yang baik sesuai yang dikatakan oleh (yunita
2006,www.google.com/pengelolahan tambak) yang diakses pada hari sabtu tanggal
9,yang mengatakan bahwa lahan yang baik adalah lahan yang dikelolah dengan
baik,yaitu pengoptimalisasian pengolalahan tambak,sesuai yang terjadi pada
salah satu responden yang bernama pak basri dimana bibit yang diturunkan
sebanyak 25000 akan tetapi hanya menghasilkan sebesar 6.000.000 hal ini
disebabkan oleh kurang optimalnya pengolahan tambaknya berbeda dengan hasil
yang didapatkan oleh pak ridwan dimana bibit yang diturnkan hanya 20.000 ekor
saja akan tetapi hasil yang didapatkan sebesar 35.000.000,hal ini membuktikan
bahwa pengelolahan yang baik sangat mempengaruhi pendapatan.
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
1. Banyak
sedikitnya pengeluaran dipengaruhi oleh jumlah bibit,luas lahan,alat pendukung
pengelolahan,pakan dan tenaga kerja
2. Banyak
sediktnya pendapatan yang diperoleh dipengaruhi oleh baik tidaknya
pengelolahan,lahan,hasil panen dan harga jual.
3. Keuntungan
yang didapatkan apabila total pengeluaran lebih kecil dibandingkan dengan total
pendapatan
4.
Dalam pengelolahan tambak didesa
siddo,kecamatan soppeng riaja,kabupaten barru,provinsi Sulawesi selatan suadah
baik karena dalam pengelolahan tabak selalu memperoleh keuntungan Cuma masih
butuh pembinaan dalam pengelolahan
B.
Saran
Sebaiknya
dalam pengambilan data asisten memberikan informasi kepada masyarakat
(respnden) dan sebaiknya asisten mendapatkan data responden dari kepala
desa,agar praktikan tidak asal-asalan dalam pengambilan data,terima kasih