Selasa, 03 Juni 2014

UJUNG UTARA SULAWESI SELATAN

Tongkonan adalah rumah adat masyarakat Toraja. Atapnya melengkung menyerupai perahu, terdiri atas susunan bambu (saat ini sebagian tongkonan menggunakan atap seng). Di bagian depan terdapat deretan tanduk kerbau. Bagian dalam ruangan dijadikan tempat tidur dan dapur. Tongkonan digunakan juga sebagai tempat untuk menyimpan mayat. Tongkonan berasal dari kata tongkon (artinya duduk bersama-sama). Tongkonan dibagi berdasarkan tingkatan atau peran dalam masyarakat (stara sosial Masyarakat Toraja). Di depan tongkonan terdapat lumbung padi, yang disebut ‘alang‘. Tiang-tiang lumbung padi ini dibuat dari batang pohon palem (bangah) saat ini sebagian sudah dicor. Di bagian depan lumbung terdapat berbagai ukiran, antara lain bergambar ayam dan matahari, yang merupakan simbol untuk menyelesaikan perkara.
Tongkonan Pallawa adalah salah satu tongkonan yang berada di antara pohon-pohon bambu di puncak bukit. Tongkonan tersebut didekorasi dengan sejumlah tanduk kerbau yang ditancapkan di bagian depan rumah adat. Terletak sekitar 12 Km ke arah utara dari Rantepao.


Londa adalah bebatuan curam di sisi makam khas Tana Toraja. Salah satunya terletak di tempat yang tinggi dari bukit dengan gua yang dalam dimana peti-peti mayat diatur sesuai dengan garis keluarga, di satu sisi bukit lainya dibiarkan terbuka menghadap pemandangan hamparan hijau. Londa terletak de Desa Sendan Uai, Kecamatan Sanggalai, sekitar 5 Km ke arah selatan dari Rantepao, Tana Toraja.

Ke’te Kesu berarti pusat kegiatan, dimana terdapatnya perkampungan, tempat kerajinan ukiran, dan kuburan. Pusat kegiatannya adalah berupa deretan rumah adat yang disebut Tongkonan, yang merupakan obyek yang mempesona di desa ini. Selain Tongkonan, disini juga terdapat lumbung padi dan bangunan megalith di sekitarnya. Sekitar 100 meter di belakang perkampungan ini terdapat situs pekuburan tebing dengan kuburan bergantung dan tau-tau dalam bangunan batu yang diberi pagar. Tau-tau ini memperlihatkan penampilan pemiliknya sehari-hari. Perkampungan ini juga dikenal dengan keahlian seni ukir yang dimiliki oleh penduduknya dan sekaligus sebagai tempat yang bagus untuk berbelanja souvenir. Terletak sekitar 4 Km dari tenggara Rantepao.

Di kawasan ini anda dapat menemukan sekitar 56 batu menhir dalam satu lingkaran dengan 4 pohon di bagian tengah. Kebanyakan batu menhir memiliki ketinggian sekitar 2 – 3 meter. Dari tempat ini anda dapat melihat keindahan Rantepao dan lembah sekitarnya. Terletak di daerah Sesean dengan ketinggai 1300 Meter dari permukaan laut.


Lemo merupakan sebuah kuburan yang dibuat di bukit batu. Bukit ini dinamakan Lemo karena bentuknya bulat menyerupai buah jeruk (limau). Di bukit ini terdapat sekitar 75 lubang kuburan dan tiap lubangnya merupakan kuburan satu keluarga dengan ukuran 3 X 5 M. Untuk membuat lubang ini diperlukan waktu 6 bulan hingga 1 tahun dengan biaya sekitar Rp. 30 juta. Tempat ini sering disebut sebagai rumah para arwah. Di pemakaman Lemo anda dapat melihat mayat yang disimpan di udara terbuka, di tengah bebatuan yang curam. Kompleks pemakaman ini merupakan perpaduan antara kematian, seni dan ritual. Pada waktu-waktu tertentu pakaian dari mayat-mayat akan diganti dengan melalui upacara Ma Nene. Kuburan Batu Lemo ini terletak di sebelah utara Makale, Kabupaten Tana Toraja.


TILANGA
Setelah dari Suaya, saya bergerak menuju spot selanjutnya yang kebanyakan orang masih belum tahu tempat ini karena akses kesana, harus mengikuti jalan bebatuan dan agak sedikit jauh masuk kedalam. Ada rasa penasaraan karena cerita mistis yang berhubungan dengan tempat ini. Masyarakat setempat mengenalnya dengan nama Tilanga.

Tilanga merupakan sebuah kolam yang didalamnya terdapat moa belut berkuping (masapi). Airnya sangat jernih hingga kita bisa melihat dasar kolamnya. Jika Toraja identik dengan pegunungan dan kuburan, inilah tempat yang sedikit pembeda dengan anggapan orang tentang toraja. 

Menurut teman saya, jika kita bisa melihat masapi keluar maka kita termasuk orang yang beruntung. Setelah sampai di area Tilanga, pandangan saya tentang tempat ini tidak terlalu menarik. Sebelum masuk pengunjung harus membayar tiket masuk Rp.10.000,-. Menuruni tangga menuju kolam yang dimaksud kami sudah dihampiri oleh beberapa anak kecil menawarkan jasa agar kami bisa melihat Masapi, tapi saya dengan halus menolak. Menurut info yang saya ketahui bahwa masapi itu bisa keluar jika dipanggil oleh seorang gadis dengan memukul-mukul jarinya ke air dan memancingnya dengan sebutir telur maka masapi itu akan keluar. Jika malam hari masapi keluar membersihkan dedauanan sehingga di pagi hari kolamnya kembali bersih.(sumber, indonesianholic)


i'm backpacker and i'm pround...,andimasykur ishaq


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BARANG LOMPO

Mari kita sedikit membahas tentang pulau yang sangat terkenal dimahasiswa perikanan yang ada dimakassar       Pulau Barrang Lompo  terma...